Modul 2.3.a.9
KONEKSI ANTAR MATERI – COACHING
1.
Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada
solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi
peningkatan atas performa kinerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan
pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).
2.
Kunci pembuka potensi seseorang untuk
memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk
belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003).
3.
“ …….. bentuk kemitraan bersama klien (coachee)
untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui
proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
(International Coach Federation-ICF).
Coaching memiliki peran yang sangat penting karena dapat
digunakan untuk menggali potensi peserta didik sekaligus mengembangkannya
dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Jika proses coaching berhasil
dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang
mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi peserta didik akan
dapat diatasi. Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk
memaksimalkan potensi peserta didik, guru hendaknya memiliki keterampilan
coaching. International Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat
kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach, yaitu :
·
Keterampilan membangun dasar proses coaching
·
Keterampilan membangun hubungan baik
·
Keterampilan berkomunikasi
·
Keterampilan memfasilitasi pembelajaran
Perbedaan antara
Coaching, Konseling, dan Mentoring dalam Konteks Pendidikan, yaitu :
Tabel 1
Perbedaan antara Coaching, Mentoring, dan Konseling
No. |
Aspek |
Coaching |
Mentoring |
Konseling |
1. |
Tujuan |
mengarahkan
coachee untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya. |
membagikan
pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya. |
membantu
konseli memecahkan masalahnya |
2. |
Hubungan |
Kemitraan
yang setara dan coachee sendiri yang mengambil keputusan, coach hanya
mengarahkan saja, coacheelah yang membuat keputusan sendiri. |
Hubungan antara seseorang yang berpengalaman
dan yang kurang berpengalaman. Mentor langsung memberikan tips bagaimana
menyelesaikan suatu masalah atau mencapai sesuatu. |
Hubungan
antara seorang ahli dan seseorang yang membutuhkan bantuannya. Konselor bisa
saja langsung memberi solusi. |
3. |
Keahlian |
coach bisa
saja seseorang yang ahli, guru, teman atau rekan kerja. |
mentor adalah seseorang yang berpengalaman dalam
bidangnya. |
konselor adalah seseorang yang ahli dalam bidangnya. |
Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai
proses meneruskan informasi atau pesan dari satu pihak ke pihak yang lain
dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun tanda peraga. Empat unsur utama
yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan :
·
Hubungan saling mempercayai
·
Menggunakan data yang benar
·
Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi
potensi
·
Rencana tindak lanjut atau aksi
Empat aspek berkomunikasi yang perlu kita
pahami dan kita latih untuk mendukung praktik coaching kita, yaitu :
·
1. Komunikasi asertif
Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita
dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan
kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Beberapa tips singkat yang
dapat seorang coach lakukan, yaitu :
-
menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh
dan menyelaraskan emosi.
·
2. Pendengar aktif
Seorang
coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam sesi
coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri coachee,
yakni peserta didik kita. Beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita
mampu menangkap pesan-pesan yang disampaikan :
-
Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara
kita dalam menyelesaikan pesan.
-
Tunjukkan
bahwa kita mendengarkan
-
Menanggapi perasaan dengan tepat
-
Parafrase
-
Bertanya
·
3. Bertanya efektif
Bertanya
pada coaching merupakan kemampuan bertanya dengan tujuan tertentu. Bukan
sekedar jawaban singkat yang diharapkan, namun pertanyaan yang diberikan dapat
menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum
terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang
dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.
·
4. Umpan balik positif
Umpan balik dalam coaching bertujuan
untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk
berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan
pengembangan diri.
TIRTA : satu model coaching untuk konteks
pendidikan. TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat
luas dan telah diaplikasikan, yaitu : GROW model. Model TIRTA dikembangkan
dengan semangat MERDEKA belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan
coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi
peserta didik agar menjadi lebih Merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan
dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah.
TIRTA kepanjangan dari T : Tujuan, I :
Identifikasi, R : Rencana aksi, TA : Tanggung jawab. Dari segi bahasa, TIRTA
berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan peserta didik
kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir
potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap
mengalir, tanpa sumbatan.
Materi pada modul ini berkaitan erat
dengan materi-materi pada modul sebelumnya, yaitu :
2. Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses
pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap peserta
didik (Tomlinson 2000). Sebelum merancang pembelajaran berdiferensiasi,
terlebih dahulu kita dapat memetakan kebutuhan belajar peserta didik, paling
tidak berdasarkan 3 aspek, yaitu : aspek kesiapan belajar, minat belajar dan
profil peserta didik. Ketiga aspek tersebut dapat ditelusuri dari peserta didik
salah satunya melalui proses coaching. Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan
untuk mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil dari pembelajaran peserta
didik diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar
peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar
peserta didik dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal karena
pembelajaran berdiferensiasi berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar peserta
didik dan guru merespon kebutuhan belajar peserta didik tersebut.
2. Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional
Pembelajaran sosial dan emosional adalah pembelajaran yang dilakukan
secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini
memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan
emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk 1) memberikan
pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi, 2) menetapkan dan
mencapai tujuan positif, 3) merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain,
4) membangun dan mempertahankan hubungan yang positif, 5) membuat keputusan
yang bertanggung jawab. Dalam membimbing
peserta didik membuat keputusan yang bertanggung jawab salah satunya dapat
dilakukan dengan proses coaching.
Pembelajaran sosial-emosional berbasis
kesadaran penuh untuk mewujudkan kesejahteraan (well-being). Kompetensi sosial
emosional tersebut yaitu kesadaran diri (pengenalan emosi), pengelolaan diri
(pengenalan emosi dan fokus), kesadaran diri (empati), keterampilan sosial
(resiliensi) dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Komentar
Posting Komentar